Laman

Sabtu, 28 November 2015

Sepenggal Kisahku

Berkisah Dengan Lisan Bukanlah Gayaku Semua kisahku Ku Salurkan dantuk tul isan. Seprti saat ini, Aku akan mengisakan kisah dalam sebuah tulisan. Seperti banyak yang tahu kalau aku adalah seorang anak yang lahir dan di besarkan dalam keluarga yang tak utuh. Kebanyakan orang menyebutnya keluarga broken home. Yaaa, Selama ini Aku dan kedua saudaraku hanya di asuh oleh seorang Ibu. Ayah Kami pergi meninggalkan rumah demi untuk wanita lain. Lagi-lagi orang ketiga jadi penyebab kehancuran sebuah rumah tangga. Awalnya, Aku tak mengerti apa yang terjadi pada kedua orang tuaku karena memang umurku yang masih kecil pada saat itu. Tapi, seiring usiaku yang makin bertambah dewasa. Aku jadi memahami apa yang terjadi pada orang tuaku. Seperti yang sudah Aku katakan, bahwa mereka berpisah karena hadirnya pihak ketiga dalam keluarga mereka. Aku tak pernah menyangkah akan besar dalam keluarga yang bisa di bilang kurang beruntung. Bukan berarti Aku tak mengsyukuri hidupku yang sekarang. Karena sebagai anak sulung, Aku di tuntut untuk bersikap dewasa sebagai panutan untuk kedua adikku. Aku tak ingin terlihat lemah di depan mereka, walau sebenarnya Aku rapuh. Menjadi panutan untuk mereka sungguh sangat berat bagiku. Tapi ketika ku lihat lagi perjuangan Ibu, semangatku kembali memberah untuk membahagiakan beliau. Aku ingin memperlihatkan kepada dunia, terutama Ayah yang tlah meninggalkanku. Bahwa, meskipun tanpa dirinya Aku masih bisa bertahan hidup dan meraih kesuksesan. Memperlihatkan kepada mereka yang di luar sana, bahwa tak selamanya anak dari keluarga broken home hancur. Aku juga tak memungkiri bahwasanya banyak anakdari keluarga broken home yang menghancurkan dirinya tanpa berpikir bahwa masih banyak yang menyayangi mereka. Sebenarnya, Aku juga tidak baik-baik banget seperti yang terlihat di luar. Karena ada rasa kebencian yang selama ini tertanam di hati ini terhadap Seorang Ayah yang tlah meninggalkanku. Seorang Ayah yang bahkan menyebut nama lidah ini kaku. Hingga mulut ini tak tahu bagaimana caranya memanggil panggilan Ayah. Bukannya Aku tak pernah merindukannya, tapi rasa kecewa ini terlalu egois menguasai hati dan pikiran ini. Aku ingin sekali memanggilnya Ayah dan mendekap kedalam pelukan hanfatnya. Tapi itu hanya khayalan bodoh untukku. Karena kenyataannya, Aku tak bisa mewujudkannya. Yang Ku pikirkan sekarang adalah membuat Ibu ku bahagia selama sisa hidupku. Aku tak ingin lagi terjebak di masa lalu yang sudah cukup menguras air mata ini. Aku tak ingin di hantui bayangan Lelaki Itu. Meski Aku tahu itu tak mungkin tapi Aku harus melakukannya. Tetap melangkah tanpa melihat lagi kebelang Dan kembali membulatkan tekat untuk mengubur semua yang sudah terjadi. Aku tak ingin lagi menyalahkan keadaan atau menyalahkan siapa pun atas kejadian yang menimpah keluargaku. Semua ini sudah jalan takdir Allah agar Aku dapat mengsyukuri nikmat hidup. Bukan setiap permasalahan yang ada selalu di ikuti hikmah yang indah dari Allah. Dan Aku pun mempercayai itu. Yang menhadi tunuan hidupku sekarang hanya hidup sehat agar Aku dapat membuat bangga dan bahagia Ibuku tercinta. Yaaahhh, hanya itu keinginan hidup di dunia ini dan selalu menjadi doa di setiap sujudku.

Rasa Terpendamku

Tak Semua Anak Mampu Mengungkapkan Rasa Cintanya Kepada Orang Tua Mereka Salah Satunya Diriku, Yang Hanya Mampu Mengungkapkan Melalui Pengabdianku Kepadanya Aku Tak Tahu, Mengapa Begitu Kaku Mulut Ini Untuk Mengatakan "Ma, Aku Sayang Mama" Tapi Itulah Diriku Dengan Segala Kekurangannya Karena Bagiku, Sebuah Tindakan Lebih Berharga Dari Pada Hanya Sebuah Kata-kata Cinta Tapi, Aku Masih Tetap Berharap Suatu Hari Nanti, Aku Bisa Mengungkapkan Rasa Sayang Ini Bukan Hanya Dengan Tindakan Tapi Dengan Kata-kata Sayang Yang Selama Ini Hanya Berakhir Di Ujung Lidah Tanpa Mampu Terucap Dengan Merdunya